Khutbah Jumat; Berakhlak Proporsional & Bekerja Profesional

Hadirin Jamaah Jumat rahimakumullah
Pada kesempatan
jum'at kali ini, marilah kita bersama-sama saling mengingatkan dalam kebenaran
dan kesabaran. Al-Qur'an mengingatkan kepada kita semua agar tidak termasuk ke
dalam golongan orang-orang yang merugi. Dengan terus berusaha mengerjakan
segala perbuatan dan usaha yang terbaik sesuai dengan kapasitas kita
masing-masing. Menjadi manusia yang beriman berarti menjadi manusia yang
idealis dan bercita-cita. Dengan segala upaya dan kesabaran, marilah
bersama-sama mewujudkan cita dan idealisme kita, sebagai seorang muslim yang
hidup dalam negara baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Islam mendorong
umatnya untuk terus melakukan perubahan ke arah kehidupan yang lebih maju, baik
dari aspek lahiriah maupun batiniah. Hendaknya perubahan tersebut mengakar dari
masing-masing individu dan kemudian mengarah kepada perubahan umat secara luas.
Di sisi lain kemiskinan merupakan kenyataan yang tidak terhindarkan di negara
ini. Kondisi yang berpotensi menghambat terwujudnya kesejahteraan secara
lahiriyah. Karena itu Islam mewajibkan setiap muslim untuk berpartisipasi
menanggulangi kemiskinan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Anjuran
tersebut berlaku juga bagi seseorang yang tidak mempunyai kemampuan materi,
yaitu dengan menyumbangkan pemikiran dan simpatiriya. Bahkan Al Quran mengecam
dengan keras orang-orang yang tidak berpartisipasi dalam pengentasan kemiskinan
sebagai kelompok yang mendustakan agama (QS. Al-Ma'un:1-3). “Apakah engkau
melihat orang yang mendustakan catatan kehidupan [agama)? Itulah orang yang
menghardik anak yatim, Dan tidak mendorong memberi makan orang miskin.”
Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah
Dalam diri manusia
terdapat dua naluri yaitu naluri seksual dan naluri kepemilikan. Naluri
kepemilikan akan mendorong manusia untuk berusaha dan bekerja keras. Dalam
Islam, segala macam pekerjaan dan usaha yang tidak bertentangan dengan ajaran
Islam adalah terpuji. Sebaliknya, pengangguran dan ketidakcermatan dalam
pekerjaan merupakan kondisi yang tercela dan mendapat kecaman. Dalam satu
riwayat Nabi SAW mengatakan bahwa: “Sesungguhnya Allah mencintai hambanya
yang cermat dalam pekerjaannya.”
Etos kerja yang
dilandasi visi dapat mengarahkan gerakan ekonomi rakyat pada satu tujuan, yaitu
kemakmuran. Hal ini penting, mengingat sistem ekonomi sekarang telah melahirkan
kelompok kecil yang menguasai aktivitas perekonomian dunia dari hulu sampai
hilir. Di sisi lain ketidakmampuannya mengangkat kelompok besar masyarakat
dunia untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi. Realitasnya, masyarakat
Indonesia yang miskin berada di dalam negara yang mempunyai sumber daya alam
yang melimpah adalah merupakan hal yang sangat memperhatikan. Hal ini sangat
bertentangan dengan tuntuanan Al - Quran yang selalu menyerukan tatanan
masyarakat yang etis dan egalitarian. Maka Islam sangat menentang ketidakadilan
sosial terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Jamaah Jumat yang disayangi Allah
Dalam sejarahnya,
Nabi Muhammad SAW mempunyai langkah strategis dalam upaya menghindarkan umat
dari ketidakadilan sosial. Beliau pernah menolak memberikan bantuan keuangan
kepada seseorang yang terlihat mampu bekerja. Justru beliau memberi alat
bekerja agar digunakan untuk bekerja keras. Memang harus diakui bahwa
solidaritas sosial tidak dapat menyelesaikan persoalan kemiskinan secara
tuntas. Namun yang terpenting di sini adalah menumbuhkan rasa tanggung jawab
sosial terhadap masing-masing individu, terutama bagi mereka yang mempunyai
kemampuan materi yang berlebih. Karena itu perlu ada penetapan hak dan
kewajiban bagi kelas menengah ke atas sehingga muncul kesadaran tanggung jawab
sosial untuk menciptakan keadilan kesejahteraan di tengah-tengah masyarakat.
Dalam konteks ini, Islam mengajarkan konsep zakat yang merupakan hak bagi
delapan kelompok yang telah ditetapkan maupun melalui sedekah wajib yang
merupakan hak bagi yang membutuhkan bantuan.
Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah
Untuk meraih
cita-cita diatas, perlu kiranya kita mencermati konsepsi Islam guna
meningkatkan etos kerja seorang muslim. Pertama, Al-Kafaah wa at-Ta'ahhul
yaitu proporsional dan profesional. Dalam melakukan setiap pekerjaan hendaknya
memperhatikan pekerjaan yang kita lakukan apakah sudah relevan dan mampu
mengerjakan pekerjaan tersebut. Dan juga apakah kita sudah profesional dalam
menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Kedua, Al-Infitah
yaitu trasparansi hasil perkerjaan. Dengan trasparansi kita dapat
menerima banyak masukan dan kritikan yang membangun dari kekurangan kita untuk
kita perbaiki lagi ke arah yang lebih baik.
Ketiga, At Ta'awun
ala Birri wa Taqwa yaitu membangun kemitraan yang posistif dan solid.
Karena dengan kemitraan yang baik dan kesolidan kita akan dapat dengan mudah
menyelesaikan segala persoalan yang menghadang. Dan yang terakhir adalah Al-Mas'uliyah
yaitu bertanggung jawab. Setelah kita menerapkan tiga hal di atas kita juga
harus siap bertanggung jawab atas hasil dari pekerjaan yang kita lakukan.
Para Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah
Di akhir khutbah ini kita menyadari bahwa keterlibatan
seseorang dalam upaya meningkatkan etos kerja dalam rangka untuk kemajuan dan
pengentasan kemiskinan merupakan salah satu bentuk ibadah dan tanggung jawab
pribadi muslim dalam rangka meraih kebahagiaan di dunia dan akherat.