Ads Top

Khutbah Jumat - Mengangkat Citra Diri Umat Islam


Mengawali khutbah jumat siang hari ini, khatib mengajak terutama kepada diri khatib dan kepada sidang jumat untuk senantiasa mengingkatkan takwa kepada Allah dalam setiap perkataan maupun perbuatan setiap waktu dan keadaan. Takwa dalam arti kita mampu melaksanakan semua yang diperintahkan Allah dan menghentikan semua yang dilarang Allah dengan penuh ketulusan dan keikhlasan sehingga memperoleh kehidupan yang penuh berkah dan ridha Allah SWT.


Hadirin Sidang Jumat Rahimakumullah

Islam telah mentakdirkan kepada umatnya menjadi umat pilihan dan ditetapkan pula agama yang dianutnya merupakan agama benar di sisi Allah. Hal ini tentunya menjadi keyakinan yang tidak disertai dengan keraguan sedikitpun juga.


Allah berfirman dalam Al Quran Surat Al Baqarah ayat 143:


 

“Dan demikian (pula) kami Telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu sekalian.”


Kata-kata ummatan wasathan dalam ayat di atas diberi penafsiran oleh Ibnu Katsir dalam kitabnya “Jami’ul Bayan” sebagai kemampuan-kemampuan positif yang dimiliki umat Islam sebagaimana dalam kurun pertama sejarahnya dalam pencapaian-pencapaian kemajuan di bidang material maupun spiritual.


Sudah menjadi fakta historis tang tidak terbantahkan, bahwa negeri Arab sebelum kedatangan Islam, merupakan tempat tingal para kabilah dan suku-suku bangsa yang saling berperang satu sama lainnya. Jalan hidupnya penuh kesesatan, aroma nafasnya penuh kemaksiatan dan gelombang dinamika perilakunya penuh dengan dosa dan kenistaan sehingga masyarakat dunia menyebutnya sebagai bangsa jahiliah. Dalam tempo yang singkat, mereka menjadi bangsa yang bersatu, berdamai dan memadukan cita dan rasa sehingga menjadi bangsa yang terhormat dan dikagumi.


Risalah Islam yang dibawa Nabi Muhammad telah menunjukkan jalan merambah Illahi bagaikan cahaya yang terang, telah mengeluarkan umat manusia dari kekufuran menjadi iman, dari kehidupan yang liar menjadi masyarakat teratur, dari kebodohan/kegelapan kepada penuh kearifan dan dari kesesatan menjadi penuh hidayah Tuhan. Akan tetapi apa yang kita lihat dari kehidupan umat Islam dewasa ini adalah kondisi masyarakat yang digambarkan bagaikan orang yang baru sembuh dari sakitnya, yang masih belum berdaya menunjukkan cita dirinya sebagai umat pilihan. Sementara itu, orang-orang yang belum memahami benar Islam secara benar, hati mereka diselimuti oleh gambaran Islam dengan citra yang buruk. Islam mereka identikkan dengan gerombolan penipu yang hanya pandai mengucapkan Insya Allah, tetapi kenyataannya nol besar. Bahkan mereka menggambarkan Islam dengan teroris, Naudzubillah. Untuk itu, patut kiranya kita membangun citra Islam yang indah sejuk dan menawan. Islam yang Rahmatan lil Alamin.


Jamaah Sidang Jumat yang dimuliakan Allah

Umat Islam dewasa ini masih dihadapkan kepada berbagai persoalan berupa keterbelakangan sosial, ekonomi dan berpikir. Sementara kondisi obyektif masyarakat (non-Islam) terus bergerak maju dalam pencapaian ilmu dan teknologi. Kondisi keterbelakangan umat Islam tersebut semakin diperburuk oleh adanya semacam polarisasi dalam tubuh umat Islam sehingga menjadi lahan yang empuk untuk mengadu domba sesama muslim, terutama yang dilakukan oleh mereka yang tidak senang melihat kemajuan umat Islam. Mereka akan senang melihat kerusakan citra umat Islam.


Namun demikian, betapapun mereka berusaha memporak-porandakan cita diri umat Islam, pada akhirnya penentu utama bagi tampilnya citra diri umat Islam yang sebenarnya sangat tergantung dari umat Islam itu sendiri. Allah telah menjanjikan bahwa kemuliaan dan keutamaan adalah hak (bagian) yang hanya diperuntukkan bagi Allah, para rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, bukan bagi umat-umat lainnya.

 

Islam mendidik umatnya agar ukuran normatif kehidupan tidak hanya dilihat dari sisi-sisi kebendaan dan jasmaniah. Akan tetapi, jadikanlah pula ukuran kebesaran seseorang juga dari sisi kekuatan rohani dan spiritualnya yaitu komitmen yang tinggi terhadap nilai-nilai ajaran agama. Karena pada hakikatnya, tujuan akhir dari kehidupan seorang muslim yaitu mencapai keridhaan Illahi.


Demikian pula jumlah yang besar bukan merupakan gambaran yang menunjukkan bahwa Islam telah bangkit dan maju, kalau saja jumlah yang besar itu rapuh dan kosong dari komitmennya terhadap nilai-nilai ajaran Islam. Hal ini dinyatakan secara tegas dalam Al Quran Surat At Taubah ayat 25: “Sesungguhnya Allah Telah menolong kamu di medan peperangan yang banyak, dan (Ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu, Maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu Telah terasa sempit olehmu, Kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai.”

Jika setiap muslim mampu mengangkat citra diri dan jati dirinya, dapat dipastikan, moralitas bangsa akan dapat ditegakkan dan daripadanya akan dapat mendorong kebesaran dan kejayaan bangsa dan umat. “Setiap bangsa itu sangat tergantung dari moralitasnya, apabila sudah hilang moralitas bangsa, maka hancur dan binasalah bangsa tersebut.


Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Agama mengajarkan kepada setiap umatnya tentang moralitas, dasar dan landasan yang kukuh karena sanksi terhadap pelanggarnya bukan hanya terdapat di dunia ini tetapi juga akan dirasakan kelak diakhirat.


Islam adalah fitrah yang memberi kebutuhan ruhaniyah bagi pemeluknya dan pengamalannya sangat sesuai dengan adikodrati kemanusiaan. Hal seperti ini yang ditegaskan Allah dalam firmannya, sebagaimana yang terdapat dalam surat Ar Rum ayat 30: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”


Dari ayat tersebut dapat dipahami beberapa aspek untuk mengangkat citra diri seorang muslim, yaitu: Pertama, bahwa menampilkan ajaran agama Islam dalam segala aspek kehidupan (yang digambarkan dalam kata “wajhaka” sebagai representasi keutuhan kemanusiaan) merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Setiap aktivitas dalam kehidupan, membina keluarga, mendidik anak, mencari nafkah, bergaul sesama manusia memiliki orientasi untuk mengamalkan ajaran-ajaran agama hakikatnya mengabdikan diri kepada Illahi. Berdasarkan orientasi ini, motif aktivitasnya tidak hanya memperoleh keuntungan yang bersifat materi dan kesenangan duniawi, tetapi juga berusaha mencapai keuntungan yang bersifat ukhrawi. Inilah keuntungan yang hakiki.


Kedua, beragama dalam Islam merupakan suatu yang tidak sulit dilakukan oleh setiap umatnya. Antara agama dan manusia dapat digambarkan sebagai perpaduan antara botol dengan tutupnya, antara sekrup dengan mur, antara kumbang dan bunganya. Artinya sebagai sesuatu yang pas dan serasi. Oleh karena itu, ajaran Islam tidak sedikitpun menampakkan adanaya pertentangan antara satuan sistem lainnya dan antara agama dengan pemeluknya. Islam adalah agama kebenaran yang melingkupi resep-resep kehidupan yang diwahyukan Allah untuk manusia agar dijadikan tuntunan hidup. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan dua hal yang pokok, yaitu: (1) sumber daya untuk memenuhi kebutuhan dan (2) pedoman dan petunjuk yang dijadikan acuan untuk terpenuhinya kebutuhan tersebut, yaitu pranata-pranata keagamaan yang bersumber dari Al Quran dan Hadits.


Ketiga, untuk menegakkan citra Islam diperlukan upaya-upaya kolektif dalam menjaga lingkungan sehingga perkembangan kebudayaan dalam masyarakat memberi nuansa agamis. Hal ini terlihat dari pernyataan Allah bahwa penyelewengan terhadap ajaran-ajaran agama disebabkan karena pengaruh di luar ajaran agama sehingga yang ditimbulkan dari lingkungan tersebut, agama kurang dipahami, dihayati dan diamalkan oleh manusia.


Akhirnya, marilah kita berharap semoga bangsa dan umat ini senantiasa mendapat inayah dari Allah SWT.


Dipublikasikan pada hari Jumat 30 Maret 2012 M

Diberdayakan oleh Blogger.