Nasionalisme Bangsa Kaya Budaya

Cinta bangsa dan negara
sendiri sudah sewajarnya termasuk kecintaan pada produk dan karya anak bangsa
sendiri. Ungkapan tadi menjadi sangat relevan dengan konstelasi yang melumuri
langgam berpikir dan gaya bertindak generasi muda saat ini. Tidak bisa
dipungkiri bangsa ini kerap diperolok sebagai bangsa yang labil norma-norma
tradisional bangsa sendiri. Alias gampang tertulari dan tercemari segala macam budaya
asing dan perilaku menyimpang yang diimpor dari bangsa lain. Padahal banyak
seni dan budaya Indonesia beserta segala hasil turunannya justru sangat terakui
sebagai adikarya yang adiluhung dan mendapat tempat serta penghargaan di
berbagai belahan dunia. Oleh karenanya, sungguh aneh jika banyak generasi muda
bangsa ini justru minder dengan segala tradisi dan kekayaan seni budayanya.
Bangsa lain saja mau memakai, menikmati dan memuliakannya.
Bangsa Indoensia adalah
bangsa yang besar. Namun kadangkala karena kebesarannya tidak disadari dan
dibanggakan oleh rakyatnya. Orang Indonesia juga adalah oang hebat. Tapi acapkali
tidak tahu, tidak mengenal dan kadangkala tidak bangga akan kehebatannya
sendiri. Berderert bukti kebesaran dan kehebatan Indonesia berada diberbagai
bidang. Mulai dari kebudayaan, ilmu pengetahuan, teknologi, kuliner,
kreativitas hidup, daya tahan hidup, ketangguhan mental hingga kenekatan yang belum
tentu dimiliki bangsa lain. Harus diakui bahwa pengenalan dan penghargaan
masyarakat internasional terhadap kehebatan Indonesia, kadangkala justru lebih
besar dibandingkan masyarakat Indonesia sendiri. Berbagai pengakuan bahkan
diberikan lembaga kebudayaan sejumlah negara hingga organisasi pendidikan, ilmu
pengetahuan dan kebudayaan perserikatan bangsa-bangsa atau UNESCO.
Sedikitnya ada tiga belas warisan
milik Indonesia yang telah diakui UNESCO sebagai warisan dunia atau bagian dari
the world heritage. Ketiga belas
warisan itu dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu warisan alam, situs dan
warisan budaya tak benda. Perihal warisan alam, keunikan dan kehebatan taman
nasional Ujungkulon di Banten, taman nasional komodo di NTT, candi Borobudur
dan Prambanan terakui sebagai warisan dunia pada 1991. Pengakuan serupa
dialamatkan pada taman nasional Lorentz di Papua pada 1999 dan hutan tropis
sumatera yang mencakup taman nasional gunung Leuser Kerinci Seblat.
Selanjutnya pengakuan
ditujukan kepada bukit barisan serta situs manusia purba Sangiran di Sragen
pada tahun 2004. Sedangkan pada tahun 2012 lalu sistem pengairan sawah subak di
Bali mendapat giliran terakui sebagai situs warisan dunia. Sementara untuk
warisan budaya tak benda Wayang mendapat
pengakuan UNESCO pada tahun 2003. Selanjutnya Keris pada 2005 batik di tahun 2009, Angklung pada tahun 2010 dan terakhir Tari Saman pada tahun 2011 mendapat pengakuan sebagai warisan dunia
milik Indonesia. Sementara pengakuan yang berasal dari institusi negara lain
misalnya adalah Gamelan. Gamelan
Jawa, Sunda, Bali, Bugis dan lainnya tidak kalah hebat dalam mendapatkan
pengakuan serta menempati posisi mulia dimata masyarakat internasional. Mulai
dari pemerintah dan publik Amerika Serikat, Jepang, New Zealand juga Singapura.
Bahkan di Kanada, gamelan telah difestivalkan sejak tahun 1986.
Pengakuan-pengakuan inilah
yang seharusnya dijadikan modal promosi secara terus menerus ke tataran
internasional pada tempo bersamaan di lingkup domestik diposisikan sebagai
tantangan untuk merawat, melestarikan dan mengembangkannya. Yang kini menjadi
persoalan, sedemikian banyaknya pengakuan ternyata tidak lantas disambut dengan
langkah konkrit pengembangannya. Akibatnya
seolah tiada kebijakan atau program pendek, menengah maupun panjang untuk
dilakukan demi penumbuhkembangan beragam warisan berharga tersebut. Hal ini
diperparah ketika masyarakat Indonesia sendiri seolah tak acuh dan abai
terhadap berlian-berlian ditangannya. Kapan Indonesia pandai memanfaatkan
potensi, juga cerdas mengemas keluhuran budayanya dengan langkah-langkah yang
elegan. Misalnya saja seperti Jepang dan Korea Selatan yang mampu memanfaatkan
segala seni budaya tradisionalnya sehinggan menjadi alat penanam nasionalisme,
kran devisa bidang ekonomi sekaligus medium diplomasi budaya. Jangan sampai
gara-gara tidak terawat dan dimuliakan bangsa sendiri, beragam seni budaya itu,
justru diklaim bangsa lain. Giliran
kejadian sontak semuanya seperti kebakaran jenggot dan saling tuding
lempar kesalahan. Sudah berderet bukti bahwa seni budaya dan segala hasil olah kreativitas
anak bangsa diakui dan ditinggikan keberadaannya oleh dunia internasional. Yang
menjadi sumber keheranan serta keprihatinan, mengapa kebanggaan atas berbagai
hal itu seolah lamban menjulang.
Referensi:
George Ritzer dan Douglas J. Goodman. 2003. Teori
Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media
http://www.metrotvnews.com/