Ads Top

Perjuangan Melawan Koruptor


Perjuangan Melawan Koruptor. Populasi kaum koruptor di Indonesia masih sangat banyak. Tidak heran jika perlawanan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga sangat dahsyat. Menyadari hal itu publik pun tidak mau tinggal diam. Eskalasi dukungan terhadap KPK semakin meningkat seiring dengan meningkatnya ancaman terhadap lembaga ini. Memang sejak sebulan terakhir ancaman terhadap KPK seperti gelombang. Rentetan kasus yang menimpa pimpinan KPK dan potensi tersangka pada penyidik KPK membuat publik membacanya sebagai bentuk kriminalisasi KPK. Baik di level pimpinan maupun penyidiknya. Situasi inilah yang membuat gerakan publik terus mengalir mendukungn KPK. Dukungan publik tentu besar artinya karena KPK bukan institusi yang memiliki pasukan bersenjata.


Tentu saja tindakan Presiden sangat diharapkan. Cukup lama Presiden Joko Widodo dinantikan powernya untuk menangani benturan keras antara KPK dan Polri. Dalam jumpa pers yang sangat ditunggu-tunggu, Rabu (18/02), Presiden Jokowi mengumumkan dibatalkannya pelantikan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri. Presiden Jokowi juga mengumumkan akan menerbitkan Keppres pemberhentian sementara dua Komisioner KPK yang sedang menjadi tersangka, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, serta menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perpu) yang menunjuk tiga komisioner sementara KPK.


Keputusan Presiden cukup melegakan khususnya bagi kalangan pendukung KPK. Namun bisa jadi itu hanya kelegaan sementara sebab kalangan anggota DPR masih mempersoalan keputusan itu. Khususnya keputusan Presiden yang mengusulkan nama Komjen Badrodin Haiti sebagai calon kapolri. Tampaknya akan ada dinamika susulan yang tidak kalah panasnya. Sebab pada gilirannya nanti, Presiden Jokowi akan ditunggu parlemen untuk mempertanggungjawabkan keputusannya itu.


Korupsi adalah extraordinary crime yang dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki extraordinary power. Karena itulah tugas memberantas korupsi dan perjuangan melawan koruptor sejatinya bukan hanya tugas KPK, tetapi juga tugas publik dalam porsinya masing-masing.


Bahaya Korupsi

Sektor Pendidikan

Data yang dirilis Badan Pendidikan Dunia (UNICEF) menunjukkan sebanyak 2,3 juta anak usia 7-15 tahun tidak bersekolah. 1,3 juta diantaranya putus sekolah. Mayoritas mereka tidak sekolah karena tidak punya uang. Dibalik fakta, jutaan anak yang tidak mampu sekolah itu, ternyata ada korupsi yang luar biasa besar. Pendidikan merupakan menjadi satu dari beberapa sektor yang paling korup di Indonesia. Catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan selama satu dasawarsa antara 2003 sampai 2013, kasus korupsi pendidikan telah merugikan negara senilai 619 miliar rupiah. Dari 2003 sampi 2013 ada 296 kasus korupsi pendidikan dengan jumlah tersangka hampir 500 orang termasuk diantaranya anggota dewan dan pejabat negara. Itu baru kasus korupsi yang terungkap, masih banyak kasus korupsi lain di dunia pendidikan yang tidak terungkap. Korupsi membuat anak-anak Indonesia harus kehilangan masa depannya karena tidak bisa menikmati pendidikan yang semestinya.


Sektor Ekonomi

Daya rusak korupsi juga menghancurkan sektor perekonomian. Aktivitas bisnis mengalami inefisiensi luar biasa karena perijinan yang memakan waktu yang lama dan harus melalui berbagai pungutan tidak resmi. Biaya pungli jumlahnya sangat luar biasa. Pungli dan berbagai macam biaya tambahan lainnya membuat daya saing dunia usaha Indonesia sangat rendah. Berdasar data Global Competitiveness Index yang dirilis World Economic Forum daya saing usaha Indonesia diperingkat 38 dunia jauh dari Singapura yang ada diperingkat ke 2. Indonesia juga tertinggal dari malaysia yang berada di peringkat 20 dan thailand di peringkat 31.


Buruknya daya saing Indonesia terutama dipicu oleh korupsi, suap dan pembayaran tidak lazim yang harus dibayarkan dunia usaha di Indonesia. Berbagai pungutan liar itu membuat dunia usaha tidak bisa berkembang dengan baik, akibatnya penyerapan tenaga kerja terbilang minim. Data BKPM menunjukkan, pada 2014 penyerapan tenaga kerja sebanyak 470.510 orang. Dari proyek penanaman modal dalam negeri menyerap 180.000 orang lebih. Sedangkan dari proyek penanaman modal asing menyerap 289.884 orang. Penyerapan sebanyak itu masih jauh dari jumlah pengangguran terbuka Indonesia yang mencapai 7,24 juta jiwa.


Disisi lain, angkatan kerja yang terserap ke dunia usaha juga kesulitan mendapatkan upah yang memadai. Ini tidak lain karena sektor usaha sendiri harus mengalokasikan cost yang cukup besar untuk pungutan liar ketimbang meningkatkan upah buruh mereka. Hasil survei Bank Dunia, pungli di Indonesia mencapai 19% hingga 24% dari biaya produksi. Angka tersebut jauh lebih besar dari biaya tenaga kerja yang hanya di angka 9% hingga 12% dari biaya produksi. Proporsi itu jelas tidak sehat dan tidak memberi daya saing usaha serta upah buruh yang lebih baik.


Daya rusak korupsi memang luar biasa. Tidak heran jika masyarakat begitu geram terhadap kejahatan korupsi. Maka ketika ada indikasi pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi, maka masyarakatpun ramai-ramai membela KPK. Jika kemudian sasaran publik mengarah ke kepolisian dan DPR itupun bukan tanpa sebab. Berdasar survei transparansi internasional yang dipublikasikan 2013 lalu, kepolisian dan parlemen menempati urutan pertama sebagai lembaga terkorup. Disusun peradilan di peringkat 3, partai politik diurutan ke 4 dan pejabat publik di urutan ke 5. Memang butuh kekuatan yang lebih besar untuk memberantas korupsi. Juga butuh keberanian besar untuk itu semua dan pemberantasan korupsi memang tidak bisa dilakukan dengan hanya dengan berpangku tangan.

Diberdayakan oleh Blogger.