Sosiologi Cybercrime

Memahami
cybercrime dengan mendekatinya secara sosiologis dalam beberapa aspek
memiliki keutamaan. Sebagaimana juga pendekatan terhadap sisi-sisi hukum pidana
lainnya. Sekali lagi apa pun pendekatan hukumnya, perlu memerhatikan
aspek-aspek kebenaran teoretis yang terhubung secara benar terhadap kenyataan an
sich. Dalam pendekatan sosiologi kritis, kita akan mengenal bagaimana cara
memilah pengetahuan dan kepentingan. Diasumsikan bahwa apapun yang kita
dapatkan sebagai informasi dari suatu tinjauan terhadap ruang sosial, adalah
hasil dari saringan sistem. Kekuasaan akan suatu pengetahuan akan memberikan
ketidakjujuran pada khalayak, karena merekalah residu dari informasi. Wujud
dari pengaruh informasi.
Jika
tidak dengan melakukan kritik terhadap kenyataan, menyibak apa yang ada di
balik pemberitaan. Kita akan menjadi mangsa dari kekuasaan. Pendekatan kritis
terhadap sosiologi hukum adalah wajib. Karena apa? Karena ini menyangkut hak
hidup semuanya, termasuk saya dan Anda. Dalam permasalahan pembentukan opini
hukum di berbagai media massa, mereka tidak berdiri secara otonom terpisah dari
berbagai kepentingan. Karena kepentingan adalah bawaan dari kekuasaan, dan
kekuasaan menancapkan kukunya sejak lama, sejak kita mulai belajar memahami
sesuatu. Katakanlah negara memiliki tujuan yang harus diraih, maka akan
dibenamkan di dalam benak masyarakatnya berbagai talian tentang tujuan bersama.
Semua yang tidak sesuai dengan kepentingan negara, atau bahkan melawan, akan
diberangus. Dan ini adalah kepentingan kekuasaan dalam tujuan bersama yang
positif, selama tidak disalahgunakan secara zalim.
Sebagai
alat kekuasaan, hukum akan memberikan konsep-konsep dalam bersikap dan
berperilaku yang semestinya di lingkup kekuasaan negara. Akan tetapi terkadang
kepentingan negatif dari pihak tertentu yang ingin mengambil keuntungan dari
kekuasaan, dan terkadang dalam usaha untuk melanggengkan kekuasaan, bukan tidak
mungkin juga memengaruhi konsep dan struktur hukum. Kebenaran konsesual muncul
dari klaim kekuasaan atas kebenaran, kekuasaan menggerakkan tangan-tangannya
dalam politik. Dan kita juga mengenal istilah 'politik-hukum', bagaimana hukum
itu dibentuk tidak lepas dari berbagai represi dan ekspresi politis kekuasaan.
Dan semua seringkali terlalu halus untuk bisa dibedakan secara tegas, mana yang
pro terhadap kekuasaan dan mana yang pro terhadap kepentingan negara dan
rakyat.
Pendekatan
Sosiologis menciptakan kedekatan riil terhadap publik, melepaskan diri dari
teori-teori 'arm-chair' (teori yang disusun berdasarkan pengamatan dari
balik meja kerja, tanpa turun ke lapangan), dan membebaskan dari klaim pengaruh
negatif politik atas kebenaran nafas hukum yang murni muncul dari masyarakat. Cybercrime
adalah dalam wilayah yang rentan, saat sumberdaya manusia yang lemah dalam
penanganan hukum cyber (terutama kejahatan cyber). Saya masih tak
habis pikir jika batasan delik dalam undang-undang terkait masih terlalu tak
teratur, dan belum sepenuhnya KUHP maupun mekanisme penanganannya di KUHAP
belum juga di up date, maka. Akan banyak kasus yang tidak selesai dengan
baik.
Akan
muncul banyak penangkapan dan penggeledahan yang tidak pada tempat dan terhadap
orang yang tepat. Akan terjadi over criminalisation terhadap banyak
kasus, yang melibatkan interaksi cyber dan offline. Bagi sosiolog
hukum, memandang ruang dan celah yang masih banyak kosongnya dalam pembahasan
kejahatan cyber, adalah sebuah peluang untuk menguji gagasan sosiologi
terhadap pembentukan hukum dan memahami bagaimana masyarakat tersebut memahami
makna hukum serta membangkitkan kebutuhan terhadap ketertiban.
Bisa
dibilang, dalam menerapkan kajian terhadap masyarakat (dalam bidang apa pun).
Kajian sosiologis adalah kajian filosofis (mendasar) dari kerumunan manusia
yang berinteraksi dan menciptakan etika serta kesepakatan-kesepakatan serupa
lembaga-lembaga di dalamnya. Ini seperti memahami manusia sebagai organisme,
begitupun masyarakat adalah organisme atau biasa dikatakan terorganisir, berupa
organisasi. Yang tumbuh dan berkembang, serta menghadapi permasalahan dan
pertentangan di dalamnya.
Dalam
ruang jagad raya hukum cyber yang masih muda, anomali masih besar
potensi terjadi dalam jumlah besar, dan kenyataannya, masih selalu mencari
keteraturan. Hukumlah (dengan sensitifitas sosiologi hukum yang ada di
cabangnya), yang mampu mengatur dan menertibkannya, dengan memahami pola
masyarakatnya. Maka era hukum rimba cyber pun dapat lebih diberadabkan
menjadi civil society cyber. Maka gejolak di dalamnya akan lebih dapat
ditentramkan. Dan akan memunculkan pertumbuhan positif terhadap masyarakat dan
kemajuan teknologi yang bertautan dengan perikehidupan di dunia nyata.