Khutbah Jumat; Tazkiyatun Nafs

Kaum muslimin, jamaah shalat Jum’at
yang dimuliakan Allah
Tiada kata yang
pantas terucap selain untaian rasa syukur, tanda terima kasih, kita panjatkan
ke hadirat Allah SWT., Yang Maha Agung, yang dengan izin-Nyalah kita di
perkenankan berkumpul untuk melaksanakan salah satu ibadah rutinitas kita yaitu
shalat jum’at berjamaah.. Dengan karunia-Nya pulalah kita bisa merasakan
nikmatnya fitrah, nikmatnya kesucian jiwa dan hangatnya maghfiroh Allah SWT.,
mudah-mudahan kita menjadi orang-orang yang bersih, suci dari noda dan
diperbaiki amal ibadah kita menjadi lebih berkualitas dan berkuantitas.
Salam sejahtera
semoga tetap tercurah kepada Nabi Penghulu dunia, penyelamat manusia dari
kegelapan, Rasulullah Muhammad SAW., yang menjadi cermin bagi kehidupan manusia
dalam segala segi aktifitasnya, baik aktifitas beribadah, aktifitas
bermasyarakat maupun bersikap dalam mengarungi kehidupan yang serba verbal ini.
Tak lupa khatib
berwasiat kepada diri khatib pribadi dan jamaah sekalian untuk senantiasa
meningkatkan kualitas iman dan taqwa sebagai dasar dari diterimanya amal ibadah
yang selama ini kita lakukan, semoga kita dapat mengakhiri hidup kita nanti
dengan tetap memegang iman kepada Allah SWT. dan tetap dalam kesucian jiwa.
Di tengah-tengah
hiruk pikuk manusia berlomba mencari kebahagiaan dan ketenangan, ada satu hal
yang sering kali dilupakan dalam mencari kebahagiaan yang hakiki, bukan hanya
kebahagiaan yang semu. Yaitu satu faktor penting yang menjadi salah satu bagian
dari kebutuhan orang beragama, faktor itu adalah tazkiyatun Nafs artinya
mensucikan diri dari kemaksiatan dan membersihkan jiwa dari noda kemusyrikan
dan segala bentuk kemaksiatan lainnya. Bahkan Tazkiyatun Nafs atau
pensucian jiwa ini menjadi salah satu tugas penting Rasulullah dalam mengemban
risalahnya, yakni ajaran Islam, sebagaimana difirmankan Allah dalam al-Qur’an
surat al-jumuah (62) ayat 2.
“Dialah yang
mengutus kepada kaum yang buta huruf, seorang Rasul di antara mereka, yang
membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan
kepada mereka kitab dan Hikmah (sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya
benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Jumuah: 2)
Kondisi masyarakat
Quraisy pada saat itu memang berada dalam kegelapan dan kemungkaran sehingga
Rasulullah sebagai pembawa kebenaran memang benar-benar bertugas untuk
membersihkan hati mereka dari segala bentuk penyakit, penyakit iri dan dengki,
sombong, rakus dan tamak untuk meraup kekayaan sebesar-besarnya dengan jalan
yang tidak hak, bahkan seringkali terjadi pembunuhan di antara mereka. Kondisi
ini kiranya tidak jauh beda dengan kondisi zaman kita sekarang ini, segala
bentuk kemaksiatan pada zaman yang kita sebut jahiliyyah itu ternyata terjadi
juga pada zaman yang kita sebut dengan zaman jahiliyyah modern ini, bahkan
bentuk dan jenisnya lebih banyak dan bermacam-macam. Maka orang yang
mendambakan kebahagiaan dan ketenangan, hendaklah ia terus berusaha
meningkatkan kualitas kebersihan jiwa dari segala bentuk penyakit dan dosa,
Allah berfirman dalam surat as-Syams (91) ayat 9: “Sesungguhnya beruntunglah
orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang
mengotorinya.” (QS. As-Syams: 9-10)
Jadi ketenangan dan
kebahagiaan seseorang ditentukan sebatas mana dia sanggup mensucikan jiwanya
dari segala kotoran dan penyakit hati, sehingga dengan demikian kekuatan
ruhiyyahnya akan membaik seiring dengan usahanya untuk memperbaiki diri. Maka
seorang ulama’ Mesir mengatakan: “Mustahil akan tercapai kebangkitan umat islam
ini dari kemerosotan dan kemunduran tanpa disertai kebersihan jiwa dan
tingginya kualitas ruhiyah. Sesungguhnya yang pertama kali menjadi target
dakwah kami yang nantinya akan menjadi penopang utama tegaknya dakwah ini
adalah kesadaran ruhiyah yang baik dan hati yang hidup. Sesungguhnya obat dari
penyakit umat ini adalah satu yaitu mengobati jiwa dan meluruskan akhlak
masyarakat.”
Kaum Muslimin, jamaah shalat jumah
rahimakumullah
Ada beberapa solusi untuk mensucikan jiwa kita yang kotor
dan penuh dengan dosa ini.
Yang pertama:
Memperbanyak Dzikir kepada Allah SWT. di manapun kita berada.
Dalam kondisi apapun, kita dperintahkan untuk selalu menghiasi bibir kita
dengan dzikir kepada Allah. Menyebut asma dan sifat Allah adalah dzikir,
menyebut-nyebut nikmat Allah adalah dzikir, melakukan ketaatan adalah dzikir,
menuntut ilmu adalah dzikir, membaca al-Qur’an, tasbih, tahlil, tahmid,
istighfar, shalawat kepada Nabi adalah bagian dari macam-macam dzikir. Allah
berfirman: “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi
tenteram.” (Ar-Ra’du: 28)
Yang kedua: Berkumpul
dengan orang-orang shaleh, karena akhlak dan prilaku seseorang
bisa dilihat dari prilaku kawannya. Maka benar apa yang disabdakan Rasulullah:
المرء على دين خليله فلينظر
أحدكم من يخالل
“Seseorang itu
tergantung pada agama kawannya, maka lihatlah siapa yang menjadi kawannya.”
(HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Maka Islam
memerintahkan kita agar mencari teman yang baik untuk kita dan keluarga kita
sebagaimana sabda Rasulullah: “Janganlah kamu mencari teman kecuali seorang
mukmin dan janganlah ada yang makan makananmu kecuali orang yang bertakwa.”
(HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Termasuk juga, dalam
rangka mensucikan jiwa kita yaitu dengan cara sering mendengarkan kisah
orang-orang yang shaleh. Oleh karena itu al-Qur’an banyak mengisahkan para
Nabi, orang-orang shaleh dan para kekasih Allah.
Yang ketiga: Dakwah dan Jihad.
Dakwah adalah
aktifitas yang mempunyai kedudukan tertinggi seorang hamba di sisi Allah. Kalau
orang awam memohon ampun kepada Allah untuk diri mereka sendiri agar dosanya
diampuni, maka seorang dai akan didoakan seluruh makhluk yang ada di langit dan
di bumi sampai ikan di tengah lautanpun ikut memohonkan ampunan, dalam riwayat
lain semut yang berada dilobangnyapun ikut memohonkan ampunan kepada Allah,
sebagai-mana hal itu disabdakan Rasulullah.
Sedangakan jihad
dengan jiwa memiliki pengaruh sangat besar terhadap pembinaan dan pensucian
jiwa bahkan dengan jihad kita akan mendapat berbagai macam jalan untuk meraih
cita-cita sebagaimana Allah berfirman:
“Dan orang-orang yang
berjihad untuk (mencari keridhoan) Kami, maka Kami akan tunjukkan kepada mereka
jalan-jalan Kami.” (QS. Al-Ankabut: 69)
Mudah-mudah kita
termasuk orang-orang yang senantiasa teguh menegakkan kalimat Allah dalam
berbagai profesi dan aktifitas kita sehingga kita mendapat kedudukan yang mulia
di sisi Allah. Yaitu di tengah-tengah redupnya sinar dakwah dan jihad yang
sudah dianggap sebelah mata oleh sekian banyak kaum muslimin padahal jihad dan
dakwah adalah pilar utama tegaknya harga diri umat Islam di mata dunia.
Dipublikasikan pada hari Jumat 19 April Pebruari 2013 M / 8
Jumadil Akhir 1434 H