Kontemplasi Akal

Sempat
terpikirkan, andai saja bunda Hawa tidak merajuk kepada ayah Adam meminta buah
terlarang khuldi, mungkin saja sampai saat ini anak cucu Adam masih tetap
berada di surga. Tidak perlu bersusah payah mengais koin demi koin pahala yang
nantinya akan ditukarkan menjadi tiket masuk ke surga.
Seiring
dengan berjalannya waktu pada akhirnya kita paham, bahwa ternyata petualangan
hidup manusia adalah sebuah pilihan. Allah bisa saja menjadikan manusia seperti
karakter malaikat, yang selalu patuh taat menyembah & beribadah. Tapi
kenyataannya tidak demikian, Allah tidak perlu menjadikannya seperti itu demi
menunjukkan eksistensi-Nya sebagai pencipta & penguasa manusia (QS An Näs;
2).
Setiap
jiwa (ruh) manusia mendapatkan pinjaman jasad yang berperan sesuai pilihannya
masing-masing. Yang berperan jadi sosiolog jadilah yang sosiolog yang baik.
Yang jadi penjual buku, jadi penghulu, jadi guru, jadi dokter, jadi hakim, jadi
pengacara, jadi ustadz, jalani peran sebaik-baiknya. Yang jadi bajingan, jadi
bajingan yang baik. Yang masih Alay jadilah Alay yang baik.
Kita
nikmati saja hidup ini sesuai peran masing-masing. Karena setelah manusia
"pergi", jiwanya akan terus berpetualang. Mempertanggungjawabkan
konsekuensi peran yang telah dipilih. (Dream Theather; Spirit carries on).
Jadi tidak perlu terlalu mengkultuskan kyai, juga tidak perlu terlalu menghujat
pendosa. Karena pada hakekatnya, tidak ada yang absolut hitam – putih (filosofi
Yin Yang). Yang ada hanyalah, abu-abu gelap atau abu-abu cerah. Wallahu'alam
bi shawab.